Silaturahmi Budaya Etnis dalam PIPAF 2012
PALU-Sejumlah
seniman dari berbagai daerah di Indonesia kembali melakukan silaturahmi budaya
dalam seni pertunjukan dengan event Palu Indonesia
Performing Arts Festival (PIPAF) selama tiga hari (20-23/12). Keberagaman
materi dalam festival tersebut diakumulasikan dalam basis tari, teater dan musik
berakar tradisi dan kontemporer.
Para
wakil seniman dari Yogyakarta, Solo, Surabaya, Gorontalo, Makassar dan sejumlah
komunitas etnis yang ada di Kota Palu menampilkan karya-karyanya yang
menunjukkan kebergaman Indonesia dengan beragam latar etnis. Pertunjukan
difokuskan di halaman TVRI Sulteng dan acara workshop dan diskusi seni dilaksanakan
di Taman Budaya Sulteng.
Bahkan
lebih menarik lagi perwakilan seniman dari Spanyol dan Belanda turut hadir
memperesentasikan karya seninya sekaligus menyatu dalam kolaborasi seniman
Indonesia. Sehingga bukan saja terjadi silang budaya antaretnis di Indonesia,
tapi sebuah silaturahmi antarbangsa bisa
tercipta dalam panggung di Kota Palu. Event PIPAF tersebut digagas Yayasan
Tadulakota’ kerja sama Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Sulteng dan TVRI Sulteng.
“Adanya
event kami sangat merespon dan memberi dukungan dan Gubernur Sulteng sendiri menanggapi positif, walau
persiapannya begitu singkat tapi pemerintah sangat mendukung. Apalagi sifatnya
menghadirkan sejumlah perwakilan etnis dari berbagai budaya di Indonesia, dan
adanya seniman dari dua negara ini bias menjadi momentum untuk saling bertukar
informasi dan saling memberi masukan,” ungkap Siti Norma Mardjanu selaku Kadis
Kebudayaan dan Pariwisata Sulteng.
Karena
itu pula, Norma Mardjanu mengharapkan agar event ini bisa berlanjut masa akan
datang sehingga memperkaya keberadaan kegiatan festival yang ada di Sulteng.
Sebab ini sebagai strategis untuk menjadi bagian dari pembangunan kesenian
maupun pariwisata yang berbasis pada local
etnic dengan inovasi-inovasi baru maupun proses elaborasi dari berbagai
unsur seni dengan segala.
Mempromosikan
melalui pertukaran seni budaya dalam merekatkan nilai-nilai solidaritas dan
kekerabatan antar seniman baik dalam skala nasional maupun internasional.
Sementara
itu Hapri Ika Poigi selaku Direktur Yayasan Tadulakota’ danpenggagas PIPAF
menyebutkan tujuan utama event ini sebagai media silaturahmi budaya antarbangsa
yang pada akhirnya akan bermuara pada tumbuhnya
saling pengertian antarbudaya yang berbeda. “Terutama merangsang
pertumbuhan kreativitas yang berkesinambungan di tanah air untuk memperkuat
daya saing global di dunia industri kreatif seni dan budaya,” jelas Hapri.
Menurut dosen antropologi
FISIP UNTAD ini optimis kalau event ini menjadi pintu bagi proses
transkulturasi antarabudaya materil dan ekspresif yang ada di daerah ini dengan
budaya dan kultur dari daerah lain. Karena itu diharapkan akan mampu menjadi media sharing pengetahuan,
pengalaman, informasi dibidang seni budaya yang bersifat global. Termasuk mampu menjadi ajang
pertukaran nilai-nilai ekonomis mulai dari skala kecil, menengah hingga skala
besar yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Gagasan
lama
Sebetulnya event PIPAF 2012
adalah gagasan lama dan ini merupakan lanjutan, karena tahun 1998 Yayasan Tadulakota’ bersama Kantor Wilayah Departemen Pariwisata dan Seni Budaya Provinsi Sulawesi
Tengah pernah
merancang program bersama berupa lomba tari
kreasi ’98.
Pada tahun 1999 kemudian ditingkatkan menjadi Palu
Dance Festival 99. Pada event ini
paket kegiatan yang dipresentasikan tidak hanya paket Lomba Tari Kreasi namun
juga dipresentasikan paket kegiatan lainnya seperti Eksebisi Musik Tradisi, dan
Seni Pertunjukan Kontemporer. Paket kegiatan Lomba Tari Kreasi juga lebih
diperluas dalam cakupan basis ide garapan yang digarap dan dipresentasikan oleh
para Seniman dan Koreografer Tari. Basis ide yang dijadikan acuan tidak hanya Dero tetapi semua kesenian dan budaya
tradisi yang berformat melingkar seperti Balia,
Rego, Vunja, Lulo dll.
Dalam catatan Yayasan
Tadulakota’ menyebutkan hingga pada tahun 2001, Kota Palu kembali menjadi saksi
dari sebuah fenomena seni budaya yang bertajuk Palu Indonesia Dance Forum
(PID-F) 2001 yang mempresentasikan beragam
seni pertunjukan dan senirupa, fotografi, instalasi dan berbagai kegiatan
dengan diikuti sekitar 350 seniman dari berbagai kota Indonesia dan
mancanegara.
Namun dalam perkembangannya,
festival atau event yang digagas komunitas seni di Kota Palu mengalami
pasang-surut, kecuali agenda festival dominasi pemerintah tetap jalan. Di
antaranya Pekan Budaya Sulteng, Festival Teluk Palu, Festival Danau Lindu dan
Festival Danau Poso. Tetapi event yang sifatnya lebih berorientasi swadaya
seniman dengan keberagaman etnis/suku dari sejumlah daerah di Indonesia sangat
minim digelar di Kota Palu, sehingga kehadiran PIPAF 2012 merupakan momentum
untuk lahirnya Festival Internasional atau Asia Pasifik masa akan
datang.(JAMRIN AB)
Post a Comment