Peristiwa Ribuan Penonton Saksikan Nyanyian Angsa Teater Gendhing
IndonesiaSeni.com, Muaraenim
- Hari Sabtu (20/2) pukul 17.00, saya sampai di Kota Muara Enim
Sumatera Selatan, sebuah kota kecil yang baru beberapa hari sebelumnya
tertimpa banjir dan angin puting beliung, tepatnya di depan Gedung
Kesenian Putri Dayang Rindu. Rencananya menonton pentas teater yang
tercatat di spanduk dan baliho depan gedung ini, yaitu drama musikal
Nyanyian Angsa karya Anton Chekov yang digarap Komunitas Gendhing
Muaraenim dengan sutradara Fikri Ms. Antusias tentunya untuk dapat
menyaksikan karya Anton Chekov dengan aktor dan sutradara dari desa
Muaraenim. Apakah terjadi akulturasi antara budaya Rusia dengan budaya
Muaraenim Sumatera Selatan yang kental dengan budaya lisan.
Dari
dalam Gedung Putri Dayang Rindu keluar beberapa orang mengangkut-angkut
properti dari atas panggung, dan beberapa orang melucuti dekorasi
panggung. Jangan-jangan pertunjukan sudah usai pikir saya. Jauh-jauh
dari Lahat agar dapat menyaksikan pentas teater yang jarang terjadi di
Sumatera Selatan ini apalagi di Muara Enim, sebuah kota kabupaten yang
sepi aktifitas seni. Baru kali ini mulai menggeliat dengan munculnya
Komunitas Gendhing yang dimotori Fikri Ms.
Setelah
ditanyakan pada laki-laki paruh baya yang ikut berkemas, rupanya yang
sedang melucuti panggung itu pesta khitanan. Kenapa bisa terjadi seperti
ini, apakah ada miskomunikasi antara spanduk dan baliho yang terpampang
besar di gapura halaman Putri Dayang Merindu ini dengan pementasan
Drama Musikal Nyanyian Angsa.
Saya
berusaha mencari informasi yang pasti, jangan sampai kesempatan nonton
Nyanyian Angsa menjadi nyanyian sunyi. Tiba-tiba seseorang menghampiri,
dia mengatakan bahwa Nyanyian Angsa pementasannya diundur menjadi Minggu
(21/2) karena gedungnya dipakai untuk pesta khitanan putra pejabat.
Kita sebagai masyarakat biasa tidak punya jabatan, mengalah. Di samping
itu karena kepengurusan Gedung Kesenian ini ada dua, di Kepala Bagian
Umum Pemerintah Daerah dan di Kepala UPTD Dinas Pariwisata.
Hal
ini sempat dibahas beberapa elemen masyarakat dan Lembaga Swadaya
Masyarakat untuk mengembalikan Gedung Kesenian Putri Dayang Merindu ini
pada fungsinya yaitu sebagai tempat kegiatan berkesenian dan dibicarakan
pada Bupati serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Sontak
kerja menjadi dua kali karena harus mengkonfirmasi ulang para undangan
dan para penonton yang telah memesan tiket ada sekitar 2000 tiket yang
sudah terjual. Tetapi ada baiknya karena dengan adanya kejadian ini
pemesan tiket menjadi bertambah 1000 tiket, jadi jumlah keseluruhan 3000
tiket terjual.
Fikri
Ms sutradara Nyanyian Angsa yang saya kenal dua tahun lalu, dia tidak
menyangka kawannya dari Lahat datang disaat hujan deras membasahi Bumi
Serasan Sekundang, karena dia sendiri tidak mengundangnya. Terakhir
berjumpa saat Teater Gaung mementaskan Gadis Perawan di Sarang Jabalan
adaptasi dari Perawan di Sarang Penyamun karya Sutan Takdir Alisyahbana
di gedung RRI Sumatera Selatan di Palembang setahun lalu
Kisah Angsa
Nyanyian
Angsa mengisahkan dua aktor penting dalam dunia peran yang sudah
menginjak usia senja kira-kira 60 tahunan. Dua tokoh tersebut Nikituskha
yang bertugas sebagai Pembisik dalam pementasan drama dan Svietlovidoff
yang pernah menjadi pemeran utama dalam beberapa drama karya William
Shakspiere seperti King Lear dan Badut, Othello, Hamlet dan Pembisik
Karena
usia tua yang menyerangnya, Svietlovidoff sering merasa ketakutan.
Kesepian semakin ia rasakan ketika disadarinya tiada seorang pun yang
peduli dengannya. Sehingga masa lalu mengingatkannya, segala sesuatu
yang pernah diraihnya begitu indah menghiasi hati dan pikirannya. Kini
Svietlovidoff menganggap dirinya seperti angsa putih yang ditinggalkan
kelompoknya karena usia senja dianggap sudah tak mampu lagi memberikan
apa-apa kecuali membebani orang lain.
Sementara
Nikitushka si Pembisik yang sama-sama sudah uzur kembali mendapatkan
kawan. Kesepian angsa putih sedikit terobati setelah segala keluh kesah
ia kabarkan, tentang masa lalunya yang gagah dan betapa energiknya
sewaktu dirinya muda, tampan, dan berani, serta menjadi pujaan wanita.
Beberapa lakon yang pernah ia mainkan, diperankannya kembali, dan
Nikitushka hanya mengikuti karena merasa kasihan terhadapnya.
Kesedihan
Svietlovidoff memuncak ketika si Pembisik ikut sedih dan menangis
mengingat masa lalunya. Akhirnya mereka hanyut dalam keterasingannya,
usia senja menjadi kendala dalam mempertahankan profesinya sebagai
Aktor. Namun seperti yang mereka katakan, “Di mana ada kejeniusan dan
kekuatan ekspresi tentu tak ada tempat bagi kesepian atau kesakitan”.
Mereka pun bangkit menatap ke depan.
Dua Tokoh
Teater
Gending dalam menggelar Drama Musikal Nyanyian Angsa ini menampilkan
David Mulya sebagai Nikituskha dan Novan Furwansyah sebagai
Svietlovidoff. Kedua aktor yang baru saja meniti karirnya ini, mengaku
baru pertama kalinya memerankan tokoh di atas pentas dan baru pertama
bermain teater. Walau begitu aktingnya cukup memukau para penonton.
Pentas
perdana ini telah melampaui kawan-kawan teater sebayanya yang pernah
saya saksikan. Karena mulai dari tata panggung, lighting, ilustrasi
musik, make up, serta kemampuan aktor sendiri betul-betul tergarap.
Meskipun masih ada kelemahan dari teknis penampilan, volume soundnya
kebesaran, lightingnya beberapa kali lepas control dan vokal yang belum
mampu mengimbangi 800-an penonton dalam satu kali penampilan. Banyak
penonton kurang memahami kekurangan pertunjukannya karena mereka memang
awam, hanya masalah vokal dalam beberapa dialog yang banyak di keluhkan,
karena tertutup suara musik pengiringnya. Sepertinya bagi penonton,
kedua tokoh Nyanyian Angsa itu menjadi penentu dalam pementasan itu.
Namun
secara keseluruhan Teater Gendhing mampu menyuguhkan pertunjukan yang
cukup fantastik bagi masyarakat pelajar, mahasiswa dan guru di Kota
Muara Enim. Sebuah tontonan yang unik dan baru mereka kenal, sehingga
mereka antusias serta takjub. Beberapa anak SD setelah keluar dari
gedung pertunjukan mengatakan pada temannya, “wah seru ya!” entah apa
yang mereka rasakan.
Ilustrasi
musik yang mempengaruhi emosi penonton, dan mengatur ritme pementasan
digawangi Rizal (gitar), Dodi (keyboard), Nando (bass), Titin (gong),
dan Adita (jimbe). Karena drama musikal maka musik sangat dominan dalam
pertunjukan ini. Mereka cukup mahir dalam memainkan alat sehingga sejuk
didengar dan penonton ikut menghentakkan kakinya ketika musik Blues
mengiringi nyanyian yang dibawakan Nikituskha dan Svietlovidoff .
Ribuan Penonton
Ribuan
pelajar dan mahasiswa Muaraenim memadati Gedung Kesenian Putri Dayang
Rindu, yang didominasi anak perempuan hampir 90 persennya. Menakjubkan.
Ada ibu-ibu membawa anak-anaknya perempuan yang masih balita, mereka
duduk di kursi sabar menunggu pintu masuk dibuka.
Ya,
menakjubkan sebab saya membayangkan anak-anak perempuan itu nantinya
akan menceritakan kepada anaknya kelak, “Nak dulu ibu pernah menonton
naskah drama Nyanyian Angsa karya Anton Chekov yang disutradarai Fikri
Ms. Orang Muara Enim, ya asli Orang Muara Enim. Menyenangkan, menarik,
kali itulah ibu pertama menonton pertunjukan teater. Dan kata nenek dulu
tidak pernah ada yang namanya pertunjukan teater seperti yang digelar
kelompok Teater Gending. Nah jadi kamu boleh menonton pertunjukan
teater, itu bagus sekali. Atau kamu coba menjadi aktor dari pementasan
drama itu. Ibu sangat bersyukur, kalau kamu senang dengan seni, karena
seni itu indah nak,” kata seorang anak perempuan yang kelak menjadi ibu.
Demikian
juga seorang anak perempuan lainnya yang kelak menjadi ibu mengatakan
pengalaman menonton Teater Gendhing pada anaknya, “Waktu itu ibu
menonton sama kawan-kawan ibu di gedung kesenian sesama anak sekolah,
ibu juga ketemu dengan kawan-kawan ibu yang dari sekolah lain. Masuknya
dorong-dorongan, waktu itu beli tiket harganya cuma Rp3000. Murahkan?
Pulangnya ibu bercerita sama nenek bagaimana Nyanyian Angsa karya anton
Chekov yang dimainkan Kak David sama Kak Novan. Begitu mempesona.
Rasanya ibu pengen sekali berkenalan dengan para pemainnya dan kru dari
Teater Gendhing ini apalagi sama sutradaranya. Tapi ibu malu, masih
terlalu kecil. Waktu itu ibu kelas 3 SD umur ibu kira-kira 9 tahun.”
Itulah sekelumit harapan saya dari sebuah pertunjukan Nyanyian Angsa
oleh Teater Gendhing.
Masyarakat
Muaraenim bersahabat dengan dunia teater, karena kota ini sangat
potensial terhadap perkembangan seni. Kalau pertunjukan perdana sudah
ditonton 3000 orang maka ke depan bisa lebih dari 5000 orang. “Sebuah
pintu yang besar ini tidak bisa oleh satu dua orang untuk membukanya
tetapi harus sama-sama. Pintu itu kini sudah terbuka, kita sudah pegang
kuncinya. Bagaimana supaya pintu itu tidak rusak. Gerbang itu barusan
saja kita buka. Apa yang ada dihadapan kita ketika pintu itu sudah
terbuka kita harus siap menghadapinya,” ungkap Fikri Ms di hadapan 23
kru Nyanyian Angsa sesaat sebelum pementasan.
Teater Gendhing Aset Daerah
Mereka
yang tergabung dalam Komunitas Gendhing cukup sabar, serta telaten
menyusun rencana untuk memecah kesunyian kota dari hiruk–pikuknya
kekakuan dengan hangatnya kesenian. Mereka siap menghidupkan atmosfir
berkesenian dan membangunkan semangat berkesenian yang telah lama tidur
di Kota Muaraenim.
Tidak
mudah membangun sebuah komunitas yang solid, apresiatif dan kreatif
seperti yang dilakukan Komunitas Gending. Inilah yang menjadi pelajaran
berharga dari sebuah komunitas. Mereka selalu menyandang daerahnya di
mana komunitas itu berkembang dan bersemi berkarya. Selayaknya mereka
mendapatkan bantuan moril dan materil dari pemerintah daerahnya. Supaya
lebih berkembang dan membawa harum daerahnya. Komunitas Gending menjadi
sebuah inspirasi bagi siapapun dalam membangun sebuah komunitas atau
entitas berkesenian di daerah.
Fikri
Ms bersama kawan-kawannya mendirikan Komunitas Gendhing pada tanggal 18
Agustus 2008 nama Gendhing disepakatinya sebagai wadah yang menampung
dan mengembangkan bakat bagi para pemuda dan pelajar di Muara Enim.
Beberapa aktifitas yang pernah digelar dan diikutinya diantaranya pentas
teatrikal di tugu Monumen Daerah (MONDERA) bertepatan dengan hari jadi
kabupaten Muara Enim, 25 November 2008, pentas Musikalisasi puisi,
refleksi Bulan Chairil Anwar dan Hari Pendidikan (April-Mei 2009) dalam
Pekan Budaya I di Gedung Kesenian Putri Dayang Rindu M. Enim, Oktober
2009 diundang dalam Mimbar Teater Indonesia (MTI) I di Taman Budaya
Surakarta (TBS) Solo, Magang Teater di Jombang, Jawa Timur (Januari
2010). Kini Komunitas Gending itu mengubah namanya menjadi Sanggar
Teater Gendhing (STG).
Post a Comment