Serat Tekawardi
Pengantar
Sejak orang-orang di seluruh Nusantara mulai mengenal tulisan, mereka banyak sekali menghasilkan karya-karya yang dituliskan dalam berbagai media seperti: lontar, batu, kayu dan lain sebagainya. Tulisan-tulisan yang jumlahnya ribuan tersebut saat ini banyak yang sudah hilang (hanya berupa salinannya saja) atau telah dibawa dan disimpan di museum-museum yang ada di luar negeri. Salah satu dari sekian banyak tulisan tersebut adalah Serat Tekawardi. Serat Tekawardi adalah salah satu naskah1 kuno yang saat ini hanya berupa salinannya saja, sedangkan naskah aslinya sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Naskah yang tidak diketahui siapa pengarangnya serta tanggal dan tahun berapa ditulis ini merupakan koleksi Bapak Prodjodiredjo yang bertempat tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jika dilihat dari gaya bahasa maupun isinya, Serat Tekawardi kemungkinan ditulis pada akhir abad ke-19. Pada waktu itu mungkin sedang terjadi kemerosotan moral, sehingga para pemuka masyarakat berusaha untuk menuntun orang-orang ke jalan yang benar. Hal ini juga dapat dilihat dengan lahirnya naskah-naskah lain yang berisi tentang pendidikan, moral, ajaran, dan falsafah hidup, seperti: serat Sasana Sunu (Yayadipura II), Wulang Reh (Paku Buwana IV), Wulang Brata dan sebagainya.
Isi Serat Tekawardi
Secara ringkas serat Tekawardi berisi tentang: (1) nasihat kepada orang muda; (2) nasihat untuk orang tua; (3) sifat raja yang utama; (4) sikap dan perbuatan yang baik bagi setiap orang; (5) sikap dan perbuatan yang baik bagi seorang abdi; (6) sikap yang tepat untuk mengabdi kepada raja yang masih muda usia; (7) tujuan tinggal atau menetap di asrama/padepokan; (8) apa yang harus dipelajari bila belajar bahasa; (9) sikap dan perbuatan seorang murid supaya lekas pandai; (10) uraian tentang nafsu dan cara menguasainya; (11) sikap, perbuatan dan usaha manusia yang sudah setengah tua agar hidup bahagia; (12) sikap yang baik bagi atasan kepada bawahan; (13) sikap yang baik bagi seorang calon abdi (yang masih magang); (14) usaha-usaha agar tidak terganggu oleh setan; dan (15) perbuatan-perbuatan yang disenangi oleh Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa sifat dan sikap utama yang diterangkan dalam Serat Tekawardi.
1. Sifat Raja/Pemimpin yang Utama
Menurut Serat Tekawardi, sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang raja agar dapat menjadi panutan bagi rakyatnya adalah: (a) tidak pernah bohong. Oleh karena itu, jika berbicara harus dipikirkan terlebih dahulu dan tidak boleh ditarik kembali. Itulah sebabnya ia disebut raja; (b) menguasai, memegang teguh syarak agama, dan melaksanakan syariat agama. Itulah sebabnya ia disebut kalifatullah; (c) seorang raja harus pandai memakmurkan rakyatnya dan segala tindakannya harus adil dan bijaksana sehingga dicintai oleh rakyatnya. Itulah sebabnya ia disebut Sri Narendra; (d) dalam hidupnya harus mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, seperti halnya Nabi; (e) dalam kehidupannya sehari-hari tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu berdoa, seperti halnya Wali; dan (f) segala perbuatannya harus dilandasi kesucian hati dan tidak ada rasa dengki, seperti halnya orang mukmin.
2. Sikap Hidup yang Baik bagi Setiap Orang
Sikap hidup yang akan membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi seseorang adalah: (a) hidup dengan rasa prihatin (sederhana); (b) jangan terlalu bersenang-senang karena akan mendapat duka; (c) perangai sebaiknya selalu gembira dan ramah terhadap sesama manusia; (d) mencontoh segala perbuatan yang dilakukan orang-orang yang beriman; (e) jika berkata jangan sembarangan; (f) jangan menonjolkan diri atas kelebihan yang dimiliki, sebab akan membuat orang lain tidak simpatik; (g) jika mendapat kesenangan jangan ketawa lebar-lebar; (h) jangan bersikap sembrono atau lengah; (i) selalu bersikap hati-hati dan waspada; (j) rajin menimba ilmu; (k) beriman kepada Tuhan; (l) selalu mematuhi perintah wali/imam agama; (m) tidak pernah lupa berdoa, untuk keselamatan dan kemakmuran diri, keluarga dan orang lain; dan (n) selalu menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela.
3. Sikap bagi Seorang Abdi
Sikap seorang abdi (kerajaan atau negara) yang baik adalah: (a) jika sedang dipakai oleh raja (atasan) jangan sombong. Hal ini akan membuat hati orang lain menjadi tidak senang; (b) jangan sakit hati jika ditegur oleh raja (atasan). Jika seorang abdi mau menerima teguran atasan dengan tidak sakit hati, maka lama-kelamaan justru akan menjadi orang yang pandai; (c) melaksanakan perintah atasan dengan senang hati. Dan jika terpaksa menolak, haruslah dengan kata-kata yang halus dan sifatnya hanya suatu pertanyaan atau saran. Itu pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati; (d) berusaha untuk memahami politik. Jika seorang abdi tahu akan politik, ia akan lebih mudah membantu atasan yang biasanya dalam pekerjaan tidak lepas dari masalah politik. Politik di sini bukan hanya masalah kenegaraan, tetapi termasuk kebijaksanaan sehari-hari; (e) menguasai peraturan yang berlaku. Seorang abdi yang menguasai segala peraturan akan membantu mengurangi kesalahannya sendiri; (f) tahu akan hal yang baik dan yang buruk. Seseorang yang tahu baik dan buruk akan mengurangi perbuatan-perbuatan yang tercela; (g) rajin.; (h) selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu; (i) mempunyai loyalitas tinggi; (j) seorang abdi apabila sudah beristeri, dilarang untuk mencari wanita lain; (k) jangan bermain cinta dengan isteri atasan; (l) jangan merusak desa. Maksudnya, jangan merusak lingkungan kerja yang bersih dan sehat; (m) jangan membocorkan rahasia; dan (n) harus mempunyai tata krama yang baik.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejak orang-orang di seluruh Nusantara mulai mengenal tulisan, mereka banyak sekali menghasilkan karya-karya yang dituliskan dalam berbagai media seperti: lontar, batu, kayu dan lain sebagainya. Tulisan-tulisan yang jumlahnya ribuan tersebut saat ini banyak yang sudah hilang (hanya berupa salinannya saja) atau telah dibawa dan disimpan di museum-museum yang ada di luar negeri. Salah satu dari sekian banyak tulisan tersebut adalah Serat Tekawardi. Serat Tekawardi adalah salah satu naskah1 kuno yang saat ini hanya berupa salinannya saja, sedangkan naskah aslinya sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Naskah yang tidak diketahui siapa pengarangnya serta tanggal dan tahun berapa ditulis ini merupakan koleksi Bapak Prodjodiredjo yang bertempat tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jika dilihat dari gaya bahasa maupun isinya, Serat Tekawardi kemungkinan ditulis pada akhir abad ke-19. Pada waktu itu mungkin sedang terjadi kemerosotan moral, sehingga para pemuka masyarakat berusaha untuk menuntun orang-orang ke jalan yang benar. Hal ini juga dapat dilihat dengan lahirnya naskah-naskah lain yang berisi tentang pendidikan, moral, ajaran, dan falsafah hidup, seperti: serat Sasana Sunu (Yayadipura II), Wulang Reh (Paku Buwana IV), Wulang Brata dan sebagainya.
Isi Serat Tekawardi
Secara ringkas serat Tekawardi berisi tentang: (1) nasihat kepada orang muda; (2) nasihat untuk orang tua; (3) sifat raja yang utama; (4) sikap dan perbuatan yang baik bagi setiap orang; (5) sikap dan perbuatan yang baik bagi seorang abdi; (6) sikap yang tepat untuk mengabdi kepada raja yang masih muda usia; (7) tujuan tinggal atau menetap di asrama/padepokan; (8) apa yang harus dipelajari bila belajar bahasa; (9) sikap dan perbuatan seorang murid supaya lekas pandai; (10) uraian tentang nafsu dan cara menguasainya; (11) sikap, perbuatan dan usaha manusia yang sudah setengah tua agar hidup bahagia; (12) sikap yang baik bagi atasan kepada bawahan; (13) sikap yang baik bagi seorang calon abdi (yang masih magang); (14) usaha-usaha agar tidak terganggu oleh setan; dan (15) perbuatan-perbuatan yang disenangi oleh Tuhan.
Berikut ini adalah beberapa sifat dan sikap utama yang diterangkan dalam Serat Tekawardi.
1. Sifat Raja/Pemimpin yang Utama
Menurut Serat Tekawardi, sifat-sifat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang raja agar dapat menjadi panutan bagi rakyatnya adalah: (a) tidak pernah bohong. Oleh karena itu, jika berbicara harus dipikirkan terlebih dahulu dan tidak boleh ditarik kembali. Itulah sebabnya ia disebut raja; (b) menguasai, memegang teguh syarak agama, dan melaksanakan syariat agama. Itulah sebabnya ia disebut kalifatullah; (c) seorang raja harus pandai memakmurkan rakyatnya dan segala tindakannya harus adil dan bijaksana sehingga dicintai oleh rakyatnya. Itulah sebabnya ia disebut Sri Narendra; (d) dalam hidupnya harus mampu mendekatkan diri kepada Tuhan, seperti halnya Nabi; (e) dalam kehidupannya sehari-hari tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu berdoa, seperti halnya Wali; dan (f) segala perbuatannya harus dilandasi kesucian hati dan tidak ada rasa dengki, seperti halnya orang mukmin.
2. Sikap Hidup yang Baik bagi Setiap Orang
Sikap hidup yang akan membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi seseorang adalah: (a) hidup dengan rasa prihatin (sederhana); (b) jangan terlalu bersenang-senang karena akan mendapat duka; (c) perangai sebaiknya selalu gembira dan ramah terhadap sesama manusia; (d) mencontoh segala perbuatan yang dilakukan orang-orang yang beriman; (e) jika berkata jangan sembarangan; (f) jangan menonjolkan diri atas kelebihan yang dimiliki, sebab akan membuat orang lain tidak simpatik; (g) jika mendapat kesenangan jangan ketawa lebar-lebar; (h) jangan bersikap sembrono atau lengah; (i) selalu bersikap hati-hati dan waspada; (j) rajin menimba ilmu; (k) beriman kepada Tuhan; (l) selalu mematuhi perintah wali/imam agama; (m) tidak pernah lupa berdoa, untuk keselamatan dan kemakmuran diri, keluarga dan orang lain; dan (n) selalu menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela.
3. Sikap bagi Seorang Abdi
Sikap seorang abdi (kerajaan atau negara) yang baik adalah: (a) jika sedang dipakai oleh raja (atasan) jangan sombong. Hal ini akan membuat hati orang lain menjadi tidak senang; (b) jangan sakit hati jika ditegur oleh raja (atasan). Jika seorang abdi mau menerima teguran atasan dengan tidak sakit hati, maka lama-kelamaan justru akan menjadi orang yang pandai; (c) melaksanakan perintah atasan dengan senang hati. Dan jika terpaksa menolak, haruslah dengan kata-kata yang halus dan sifatnya hanya suatu pertanyaan atau saran. Itu pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati; (d) berusaha untuk memahami politik. Jika seorang abdi tahu akan politik, ia akan lebih mudah membantu atasan yang biasanya dalam pekerjaan tidak lepas dari masalah politik. Politik di sini bukan hanya masalah kenegaraan, tetapi termasuk kebijaksanaan sehari-hari; (e) menguasai peraturan yang berlaku. Seorang abdi yang menguasai segala peraturan akan membantu mengurangi kesalahannya sendiri; (f) tahu akan hal yang baik dan yang buruk. Seseorang yang tahu baik dan buruk akan mengurangi perbuatan-perbuatan yang tercela; (g) rajin.; (h) selalu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu; (i) mempunyai loyalitas tinggi; (j) seorang abdi apabila sudah beristeri, dilarang untuk mencari wanita lain; (k) jangan bermain cinta dengan isteri atasan; (l) jangan merusak desa. Maksudnya, jangan merusak lingkungan kerja yang bersih dan sehat; (m) jangan membocorkan rahasia; dan (n) harus mempunyai tata krama yang baik.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara III. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Post a Comment